Kamis, 09 April 2020

Buron

LATIHAN MENULIS CERPEN


BURON


SUARA ketukan keras itu telah merusak lelap tidur Sobari. Semula ia mengira suara itu bagian dari mimpi buruknya. Namun, nahas, itu bukan mimpi. Suara ketukan itu semakin keras. Sobari terperanjat. Tanpa suara sedikit pun, ia berjalan perlahan mengintip dari lubang pintu yang kecil. Ketika ia melihat siapa orang yang di depan gubug itu, ia terkejut. Ia pun berlari ke belakang gubug. Membuka pelan jendela kayu, meloncat, dan berlari sekencang mungkin.

Mendengar suara dari belakang, dua lelaki berbadan kekar itu berlari ke belakang mencari sumber suara. Langit yang masih gelap dan minim pencahayaan membuat kedua orang itu gagal menemukan Sobari yang ternyata sudah tak ada lagi di dalam gubug. Ke dua lelaki itu kembali menuju mobil hitam diujung jalan kampung. Dengan gugup salah satunya berbicara dengan orang yang berada di kursi belakang.

“Bos, maaf, Sobari kabur lagi.” Aku salah satu lelaki berbadan besar.

“Kabur lagi? Kalian berdua badan sebesar ini menangkap Sobari yang kurus kerempeng itu saja tidak bisa? Heh!”

“Maaf bos. Kami mencoba menggedor pintu, tapi tidak ada yang bukakan. Tahu-tahu terdengar suara keras dari belakang, begitu kami cek, Sobari sudah tidak ada di rumah itu bos.” Jawab lelaki yang satunya.

“Goblok! Ngapain gedor-gedor pintu? Lu mau bertamu atau nangkap orang? Gue gak mau tahu ya, lu cari Sobari sampai ketemu dalam keadaan hidup-hidup, dan jangan sampai keduluan polisi. Gue gak mau ada masalah dengan polisi lagi. Ngerti?”

“Ngerti bos.” Jawab kedua lelaki itu bersamaan.

“Jalan pak. Kita pulang.” Ucap bos itu kepada supirnya.

***

Sobari masih terus berlari ke arah hutan. Setelah merasa aman, Sobari mulai berjalan perlahan dan mencari tempat untuk beristirahat. Tak terasa matahari telah terbit. Sobari duduk di bawah pohon. Ia mengamati sekelilingnya. Ia tahu, suatu saat nanti ia akan tertangkap, entah oleh Bos Mafia itu atau polisi. Dalam keadaan sangat capai ia mulai mengingat kejadian dua minggu lalu saat tak sengaja membunuh Irwan, yang pada akhirnya Sobari tahu, bahwa Irwan adalah adik dari seorang bos mafia yang cukup terkenal di kota ini. Ya, ia membunuh Irwan. Tapi itu semua karena Irwan. Ia mulai kembali mengutuki Irwan dan kondisi dirinya saat ini. 

Sobari merasa lapar. Dan ia juga baru menyadari bahwa ia berlari sudah sangat jauh. Ia kembali berjalan. Matanya menatap was-was setiap sisi. Terlihat dari kejauhan sebuah kampung kecil. Rasa ragu mulai menyelimutinya. Instingnya mengatakan jangan ke kampung itu, tapi perutnya terus berbunyi, ia juga merasa sangat haus. Akhirnya ia masuk ke kampung itu. Berjalan dengan tenang tapi tetap siaga. Ia takut ada yang mengenalnya.

Dari jauh tampak warung nasi uduk yang cukup ramai oleh pembeli. Dengan ragu Sobari berjalan melangkah menuju warung nasi uduk itu. Ia pun duduk di pojokan warung menunggu sepi. Sobari tak menyadari, ada seorang polisi yang memakai baju preman memperhatikannya. Polisi itu melihat daftar foto buronan melalui gawainya. Setelah yakin bahwa itu adalah Sobari, ia berjalan perlahan menghampiri Sobari dan mengeluarkan pistolnya.

Sobari yang kaget, dengan reflek berdiri, dan mencoba berlari. Polisi pun menembakkan tembakan peringatan. Seluruh orang yang berada di sekitar warung nasi uduk ketakutan. Sobari tidak memedulikan tembakan itu. Ia terus berlari. Polisi mengejar sambil berteriak sesuatu, tapi Sobari tak peduli apa yang polisi itu teriakkan. Karena Sobari berusaha kabur dan tak mendengarkan tembakan peringatan, polisi segera menembak kaki Sobari.  Sobari kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Sobari merasa kakinya sangat sakit. Air mata keluar dari matanya. Sekali lagi ia mencoba bangkit, tapi polisi sudah lebih dahulu sigap. Sobari ditangkap. Rasa penyesalan kembali menyelimutinya. Hanya karena satu hal, ia harus kehilangan Irwan sahabatnya dan masa depannya.

- Selesai -


0 komentar:

Posting Komentar