*LATIHAN MENULIS
CERPEN*
Tangan Ibu
SETIAP
kali menginjakkan kaki di rumah ibu, hati saya bergetar. Melihat halaman yang
tertata rapi dengan berbagai macam bunga dan juga empon-empon yang ditanam di
ujung halaman, teras rumah yang bersih dari debu, terasa tintrim; memanjakan
mata dan menenangkan batin. Perlahan tapi pasti saya membuka pagar kecil itu,
ah... sudah lama sekali rasanya tak mengunjungi ibu. Kesibukan ibu kota selalu
menahanku untuk menunda rasa rinduku pada ibu. Dan hari ini, setelah
mendapatkan cuti selama 3hari tak perlu berpikir panjang segeralah saya beli
tiket pesawat. Tentunya tanpa sepengetahuan ibu.
Senyumku
semakin melebar ketika kucium wangi masakan ibu. Hmmm. Harum sekali.
Gumamku. “Ibuuuu....” Suaraku menggelegar dikesunyian ruang itu.
“Yaampun
Nopi. Kamu sudah pulang? Kok tidak mengabari ibu dulu? Kamu sehat sayang? Ini
loh makin kurus saja. Aduhh.” Ya, itulah ibuku. Dengan sejuta pertanyaannya.
Aku tersenyum melihat wajah ibu yang tampak semakin bersinar melihatku berada
tepat dihadapannya. “Hei, senyum-senyum, pertanyaan ibumu ini dijawab dong. Eh
kamu sama siapa ke sini? Irwan mana? Gak diajak sekalian?”
“Ibu
tuh ya, kalau nanya banyak banget. Aku bingung nih mau jawab yang mana dulu.”
Jawabku sambil mencomot serundeng ayam goreng yang baru mateng.
“Iya
iya. Hush, kebiasaan. Cuci dulu itu tangan, baru ambil makanan.” Protes ibu.
“Hmmm.
Ibu punya felling ya aku mau datang. Sampai dimasakin ayam goreng serundeng
kesukaanku begini.” Komentarku sambil mencuci tangan dan buru-buru mengambil
nasi dan ayam goreng serta bumbu yang banyak.
“Ya
gitu deh. Dari kemarin rasanya ibu ingin masak ini. Sampai bapak nanya, emang
Nopi mau pulang? Kok tumben masak ayam. Ya ibu jawab saja, enggak pak. Ibu cuma
ingin masak ini. Eh tahunya kamu tiba-tiba muncul.” Cerita ibu.
“Ibu
pasti kangen sama aku. Uuhh, ibuku tayaaangggg.” Ucapku manja. Ibu tersenyum
geli melihatku.
“Kamu
sudah berapa lama sih Nop tidak makan?” tanya ibu.
“Kenapa
bu?” jawabku dengan mulut penuh nasi.
“Lahap
banget. Nambah sana.” Perintah ibu.
“Siap
bos.” Jawabku sambil berlari ke arah dapur. Seketika aku lupa bahwa aku sedang
program penurunan berat badan untuk audisi 3 minggu lagi.
***
“Bu,
kenyang.” Rengekku. Kali ini aku benar-benar kekenyangan. Aku sedang memulai
pola makan tanpa nasi selama 2 minggu ini, dan hari ini aku makan nasi sampai
nambah 3 kali. Bayangkan! Betapa begahnya perut ini.
“Lagian
kamu, makan udah kayak kesetanan. Ini minum dulu air hangatnya.” Ibu
memberikanku air hangat dengan perasaan jeruk lemon di dalamnya. Dengan cepat
kuteguk semua air yang ada digelas itu. Perutku terasa lebih baik sekarang.
“Bu,
bapak kemana sih? Kok belum pulang?” Tanyaku yang baru menyadari sudah pukul 5
sore tapi belum melihat bapak.
“Bapak
lagi sibuk tuh. Maklum semenjak jadi ketua RT kerjaannya keliling kampung
terus. Bentar lagi juga pulang.” Ucap ibu sambil mengelus rambutku. Ya, aku
selalu suka bagian ini, tangan ibu dengan lembut mengusap dan mengelus
rambutku. Rasanya aku mulai mengantuk.
“Aduh,
gawat nih bu, aku ngantuk.”
“Ngantuk
ya tidur.” Jawab ibu.
“Gak
bisa bu, aku baru makan 3x nambah, lemaknya bisa menumpuk nanti.” Jawabku
sambil mengelus perut rataku.
“Ah,
sing penting sehat....” jawab ibu.
“Buu,
ibu.” Teriak bapa dari luar.
“Bapaaaaaaaaaa.....”
Teriakku sambil memeluk bapakku tersayang. Bapa rindu tidak denganku?” tanyaku
penuh semangat.
“Ih,
kamu siapa? Main peluk-peluk saja.” Jawab bapak dengan mimik serius.
“Iih
bapak, masa lupa sama anak sendiri!” jawabku cemberut. Tak lama suara tawa
bapak yang khas menggelegar. Bapakpun mengelus rambutku dan merangkulku.
“Becanda Nop. Kamu sih lupa pulang. Jadi bapak juga lupa kalau punya anak
perempuan yang kayak kamu.” Jawab bapak cuek.
“Iiihh,
bapakkk.” Jawabku kesal. Bapak kembali tertawa melihat tingkahku.
“Bu,
siapkan nasi buat bapak dong, bapak lapar.”
“Masih
dimasak pak. Tunggu 10 menit lagi ya. Tadi nasinya diabisin Nopi.” Jawab ibu.
“Kamu
di Jakarta gak dikasih makan ya Nop? Sampai jatah nasi bapak kamu makan?” Tanya
bapak dengan muka serius yang beberapa detik kemudian kembali tertawa melihat
wajahku.
***
Setelah
ibu membereskan makanan untuk bapak, ibu masuk kamarku. Sepertinya ibu
sangat merindukanku.
“Nop.”
Sapa ibu.
“Iya
bu, sini bu, bobo bareng Nopi dulu.” Ajakku.
Ibu
duduk dipinggir tempat tidurku. Tangannya mulai mengelus rambutku lagi.
“Bu,
aku kangen sama tangan ibu. Tangan yang selalu mengelus rambutku.” Ujarku. Ibu
tersenyum. Tak lama mataku mulai memberat dan akupun mulai bersiap tidur. Tangan
ibu memang sakti, gumamku.