Selasa, 05 Mei 2020

Gadis Kecil Bernama Alenia


*LATIHAN MENULIS CERPEN*

Gadis Kecil Bernama Alenia

GADIS kecil itu duduk sendiri di pojokan jalan, menjuntai kaki di atas trotoar, dan badannya yang mungil itu nampak menggigil. Tak ada yang tahu siapa dia sebenarnya, hanya anak pengemis, mungkin. Atau hanya seorang anak yang kebetulan kesasar dan kehilangan orangtuanya. Bisa saja itu terjadi. Tapi, yang pasti, tidak ada yang peduli dan merasa ingin tahu siapa gadis kecil itu, termasuk saya. Saya hanya mengamati gadis kecil itu sepanjang malam. Hanya bergeming, tidak melakukan apa-apa. Hanya mengamati. Sudah.
Keesokan harinya, di waktu yang sama, gadis kecil itu masih duduk sendiri di pojokan jalan. Saya berusaha untuk mengabaikannya seperti kebanyakan orang yang berlalu-lalang tanpa ada rasa peduli. Saya menatapnya lagi. Huh. Ada apa ini? Kenapa sulit sekali untuk bersikap tidak peduli? Mata saya tak bisa lepas dari gadis kecil itu.
Sudah beberapa hari ini, saya selalu memantau gadis kecil itu. Memperhatikannya dan menduga-duga. Tapi kali ini, saya lelah. Lelah dengan segudang pertanyaan.
Saya menunggu jalanan ini sepi, biar tak ada yang memergoki saya dan berasumsi hendak menculik atau sebagainya. Setelah memastikan jalanan sepi, saya menghampirinya. Tanpa permisi saya duduk di sampingnya.
“Hei gadis kecil. Sedang apa kamu di sini setiap hari?” saya bertanya kepadanya.
“Hei kak, aku sedang menikmati angin malam. Oia kenalkan, namaku Alenia.” Jawab gadis itu tanpa menoleh ke arahku.
“Hmmm, namamu Alena.”
“Alenia kak bukan Alena.” Jawabnya lagi.
“Oke, baiklah, Alenia. Kamu menikmati angin malam? Sendirian? Setiap hari?” saya mulai bertanya dan menyelidikinya.
“Iya kak. Uhuk uhuk.” Cukup lama gadis itu terbatuk-batuk. Gadis itu memegang dadanya.
“Kenapa? Kamu sakit?” tanyaku lagi.
“Iya kak. Aku batuk.” Jawabnya. “Kakak, bisa bantuku?” tanya gadis itu.
“Bantu apa?” jawabku sambil terus memperhatikan dia. Selama berbincang tak sedikitpun ia melihatku.
“Bisa ceritakan, bagaimana keadaan malam ini, apakah ada bintang?”
Saya kaget mendengar perkataannya. Saya mulai mendekati wajahnya. Saya diam. Ada rasa sakit saat melihat wajahnya.
“Kak.. kakak masih di sana?” tanya lagi.
“Iya Alenia. Hari ini langit penuh bintang. Bintang berkelap kelip. Ada bulan juga loh.”
“Pasti indah ya kak.” Jawabnya sambil tersenyum.
“Iya. Indah. Hm, rumah kamu di mana? Kakak anter pulang ya.”
“Tidak usah kak. Aku selalu di sini. Besok kita bertemu lagi ya.” Pintanya.
Sayapun tersenyum. “Iya Alenia.”
Saya berjalan meninggalkannya. Alenia. Nama itu selalu menjadi bayang-bayang. Saya mulai tak konsentrasi. Ada rasa henyut saat melihat wajah kecil itu. Tak fokus mengendarai mobil, dari arah depan, mobil besar menghantamkan keras. Semua gelap.
***

Saya terbangun. Kepala terasa pusing. Saya melihat sekitar, semua putih. Tangan dan kaki tak bisa di gerakan. Mulutku tertutup. Ternyata saya di RS. Saya melihat perawat yang bergegas mendatangi saya ketika ia melihat saya membuka mata.
“Puji Tuhan. Sebentar pak, saya panggilkan dokter dulu.” Ucap perawat itu senang. 
"Sus, sudah berapa jam saya tidak sadar?"
"Sudah 2 hari Pak, tunggu sebentar ya pak." Ia pun berlari keluar memanggil dokter. Saya kembali diam menunggu suster atau dokter datang. Tiba-tiba saya ingat janji saya pada Alenia. Baru saja saya mencoba untuk duduk, dokter bersama suster tadi datang. Ia menahanku agar kutetap pada posisiku, kemudian ia meriksa keadaanku. Aku kembali diam. Tenggorokanku terasa kering dan berat.
“Dok, bisa tolong saya panggilkan pengacara saya? Saya ingin dia datang ke sini. Nomornya ada di dalam dompet di saku jas saya. Namanya Irwan. Terima kasih dok.” Kulihat dokter mengambil sebuah kartu nama dan memberikannya kepada perawat yang sedari tadi terus mendampinginya.
"Pak. Jangan terlalu banyak bergerak dulu ya, bapak masih sangat lemah." Ucap dokter sambil menuliskan sesuatu pada kertas yang baru saja diberikan oleh perawat itu.
***
Dua jam kemudian Irwan datang. Saya meminta Irwan mencari Alenia. Saya ingin sekali bertemu dengannya. Saya ceritakan akan janji saya pada Alenia.
Setelah Irwan membayar semua yang dibutuhkan, ia pamit untuk mencari Alenia.
***

Ada rasa tak percaya saat Irwan kembali dan memberi kabar bahwa Alenia sudah meninggal dunia kemarin malam, karena sakit paru-paru basah yang sudah lama dideritanya. Alenia, gadis kecil yang baru kukenal, kini sudah tak ada.

0 komentar:

Posting Komentar